Negara Menjaga Ketakwaan Warganya

Oleh: Muhammad Bajuri

Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 14: “Hukum asal perbuatan manusia terikat dengan hukum syariah. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 83).

 

Pengantar

Manusia adalah makhluk termulia di antara makhluk-makhluk Allah lainnya, yang diciptakan hanya untuk menjalankan satu misi, yaitu beribadah kepada Allah semata, Zat Yang Mahamulia lagi Mahaperkasa (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Dengan kata lain, kewajiban manusia adalah menaati semua perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya.

Hanya saja, keimanan seorang manusia itu fluktuatif; al-îmânu yazîdu wa yanqushu, keimanan seseorang itu pasti mengalami pasang surut atau naik turun. Dalam kondisi keimanannya yang turun, tidak menutup kemungkinan seorang manusia terbawa arus menuju suatu perbuatan yang dilarang Allah.

Oleh karena itu, negara wajib menjaga individu-indivudu warganya-yang berpotensi melakukan kemaksiatan-agar senantiasa terikat dengan hukum-hukum syariah, yang dengan keterikatannya itu ia dijamin dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk bisa menjalankan kewajiban ini dengan sempurna, negara membutuhkan ketetapan hukum formil, berupa UUD, yang sifatnya mengikat. [Image]